Senin, 01 Oktober 2012

FEROMON


Feromon

 Feromon berasal dari bahasa Yunani: phero yang artinya pembawa, dan mone bermakna sensasi adalah sejenis zat kimia yang berfungsi untuk merangsang dan memiliki daya pikat seksual pada jantan maupun betina.
Zat ini berasal dari kelenjar endokrin dan digunakan oleh makhluk hidup untuk mengenali sesama jenis, individu lain, kelompok, dan untuk membantu proses reproduksi. Berbeda dengan hormon, feromon menyebar ke luar tubuh dan hanya dapat memengaruhi dan dikenali oleh individu lain yang sejenis (satu spesies).
1.     Kupu-kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina mengepakkan sayapnya, saat itulah feromon tersebar di udara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara seksual. Feromon seksual memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis di saat jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespons terhadap feromon yang dikeluarkan betina atau jantan dari spesies yang berbeda.
2.     Rayap
Untuk dapat mendeteksi jalur yang dijelajahinya, individu rayap yang berada di depan mengeluarkan feromon penanda jejak (trail following pheromone) yang keluar dari kelenjar sternum (sternal gland di bagian bawah, belakang abdomen), yang dapat dideteksi oleh rayap yang berada di belakangnya. Sifat kimiawi feromon ini sangat erat hubungannya dengan bau makanannya sehingga rayap mampu mendeteksi obyek makanannya.
Feromon dasar
Di samping feromon penanda jejak, para pakar etologi (perilaku) rayap juga menganggap bahwa pengaturan koloni berada di bawah kendali feromon dasar (primer pheromones). Misalnya, terhambatnya pertumbuhan/ pembentukan neoten disebabkan oleh adanya semacam feromon dasar yang dikeluarkan oleh ratu, yang berfungsi menghambat diferensiasi kelamin.
Segera setelah ratu mati, feromon ini hilang sehingga terbentuk neoten-neoten pengganti ratu. Tetapi kemudian neoten yang telah terbentuk kembali mengeluarkan feromon yang sama sehingga pembentukan neoten yang lebih banyak dapat dihambat.
Feromon dasar juga berperan dalam diferensiasi pembentukan kasta pekerja dan kasta prajurit, yang dikeluarkan oleh kasta reproduktif.
Dilihat dari biologinya, koloni rayap sendiri oleh beberapa pakar dianggap sebagai supra-organisma, yaitu koloni itu sendiri dianggap sebagai makhluk hidup, sedangkan individu-individu rayap dalam koloni hanya merupakan bagian-bagian dari anggota badan supra-organisma itu.
Perbandingan banyaknya neoten, prajurit dan pekerja dalan satu koloni biasanya tidak tetap. Koloni yang sedang bertumbuh subur memiliki pekerja yang sangat banyak dengan jumlah prajurit yang tidak banyak (kurang lebih 2 - 4 persen). Koloni yang mengalami banyak gangguan, misalnya karena terdapat banyak semut di sekitarnya akan membentuk lebih banyak prajurit (7 - 10 persen), karena diperlukan untuk mempertahankan sarang.
3.     Ngengat
Komunikasi melalui feromon sangat meluas dalam keluarga serangga. Feromon bertindak sebagai alat pemikat seksual antara betina dan jantan. Jenis feromon yang sering dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai zat untuk melakukan perkawinan. Ngengat gipsi betina dapat memengaruhi ngengat jantan beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi feromon yang disebut "disparlur". Karena ngengat jantan mampu mengindra beberapa ratus molekul dari betina yang mengeluarkan isyarat dalam hanya satu mililiter udara, disparlur tersebut efektif saat disebarkan di wilayah yang sangat besar sekalipun.
4.     Semut dan lebah madu
Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan.
Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang.
Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.
5.     Kecoak
Kecoak betina menarik lawan jenisnya dengan cara mengeluarkan periplanon-B. Konon senyawa ini dimanfaatkan CIA untuk menangkap seorang mata-mata. Caranya orang yang dicurigai dikenai periplanon-B dan ditangkap kalau beraksi dengan detektor kecoak jantan. Kecoak jantan dengan sangat tepat akan menemukan orang yang di bajunya dikenai periplanon-B, walau si mata-mata mungkin tidak membaui senyawa ini.
6.     Hamster, gajah, dan ngengat
Dari penelitian pada hewan-hewan lain, cara kerja yang sama juga ditemukan. Menurut penelitian, hamster betina menggunakan dimetil disulfida untuk menarik hamster jantan mendekat. Tapi yang ternyata mengejutkan adalah gajah dan ngengat mempunyai feromon seksual yang sama, yakni Z-7-dodesen-1-il-asetat. Walaupun sama, gajah dan ngengat tidak akan saling tertarik karena Z-7-dodesen-1-il-asetat yang dihasilkan ngengat terlalu sedikit untuk dirasakan gajah, begitu juga sebaliknya.
7.     Feromon pada manusia
Feromon pada manusia merupakan sinyal kimia yang berada di udara yang tidak bisa dideteksi melalui bau-bauan tapi hanya bisa dirasakan oleh VMO di dalam hidung/indra pencium. Sinyal ini dihasilkan oleh jaringan kulit khusus yang terkonsentrasi di dalam lengan. Sinyal feromon ini diterima oleh VMO dan dijangkau oleh bagian otak bernama hipotalamus. Di sinilah terjadi perubahan hormon yang menghasilkan respons perilaku dan fisiologis.,

Feromon dan Metileugenol pengendali hama tanpa merusak lingkungan
ABSTRAK
Penggunaan pestisida dalam mengusir hama mempunyai dampak yang tidak baik bagi lingkungan, hewan dan manusia, karena pada pestisida mengandung suatu senyawa kimia yang tidak dapat didegradasi secara biologis sehingga akan mencemari tanah dan lingkungan, selain itu juga penggunaan pestisida dalam membunuh hama tidak memungkinkan  akan mengenai sayuran atau  buah – buahan yang disemprotkan pestisida sehingga manusia yang mengkonsumsi sayuran atau buah – buahan tersebut juga akan terkena senyawa kimia dari pestisida tersebut. Oleh karena itu dilakukan suatu penelitian untuk menghasilkan suatu produk yang mampu mengendalikan hama dengan pengaruh yang relative kecil, yaitu dengan menggunakan feromon dan metileugenol, selain itu dua zat ini sangatlah mudah disintesis didalam laboratorium.

0 komentar:

Posting Komentar