Senin, 19 November 2012

Rahasia Sukses Pengolahan Sampah di Jepang


Sampah Menurut Jenisnya di Jepang / photo Junanto
Sebelumnya, saya selalu berpikir bahwa tradisi mengolah sampah di Jepang, dengan memilah sampah menurut jenisnya, adalah budaya yang sudah lama dilakukan (baca: Mengolah Sampah di Jepang). Namun ternyata, menurut penjelasan kawan Jepang dan juga petugas di tempat pembuangan sampah yang saya temui, cara membuang dan mengolah sampah seperti saat ini, belum lama dilakukan di Jepang.
Sekitar 20 tahun lalu, orang Jepang belum melakukan pemilahan sampah. Di tahun 1960 dan 1970-an, orang Jepang bahkan masih rendah kepeduliannya pada masalah pembuangan dan pengelolaan sampah.
Saat-saat itu, Jepang baru bangkit menjadi negara industri, sehingga masalah lingkungan hidup tidak terlalu mereka pedulikan. Contoh terbesar ketidakpedulian itu adalah terjadinya kasus pencemaran Minamata, saat pabrik Chisso Minamata membuang limbah merkuri ke lautan dan mencemari ikan serta hasil laut lainnya. Para nelayan dan warga sekitar yang makan ikan dari laut sekitar Minamata menjadi korban.  Di tahun 2001, tercatat lebih dari 1700 korban meninggal akibat tragedi tersebut.
Di tahun 60 dan 70-an, kasus polusi, pencemaran lingkungan, keracunan, menjadi bagian dari tumbuhnya industri Jepang. Di kota Tokyo sendiri, limbah dan sampah rumah tangga saat itu menjadi masalah besar bagi lingkungan dan mengganggu kehidupan warga Tokyo.
Barulah pada pertengahan 1970-an mulai bangkit gerakan masyarakat peduli lingkungan atau “chonaikai” di berbagai kota di Jepang. Masyarakat menggalang kesadaran warga tentang cara membuang sampah, dan memilah-milah sampah, sehingga memudahkan dalam pengolahannya. Gerakan mereka menganut tema 3R atau Reduce, Reuse, and Recycle.  Mengurangi pembuangan sampah, Menggunakan Kembali, dan Daur Ulang.
Gerakan tersebut terus berkembang, didukung oleh berbagai lapisan masyarakat di Jepang. Meski gerakan peduli lingkungan di masyarakat berkembang pesat, pemerintah Jepang belum memiliki Undang-undang yang mengatur pengolahan sampah. Bagi pemerintah saat itu, urusan lingkungan belum menjadi prioritas.
Baru sekitar 20 tahun kemudian, setelah melihat perkembangan yang positif dan dukungan besar dari seluruh masyarakat Jepang, Undang-undang mengenai pengolahan sampah diloloskan Parlemen Jepang
Bulan Juni 2000, UU mengenai Masyarakat Jepang yang berorientasi Daur Ulang atau Basic Law for Promotion of the Formation of Recycling Oriented Society disetujui oleh parlemen Jepang. Sebelumnya, pada tahun 1997, Undang-undang Kemasan Daur Ulang atau “Containers and Packaging Recycle Law” telah terlebih dahulu disetujui oleh Parlemen.
Rahasia Sukses Jepang
Dari beberapa hal tersebut, setidaknya terdapat tiga rahasia sukses Jepang dalam penanganan sampah rumah tangga. Pertama, tingginya prioritas masyarakat pada program daur ulang. Hampir semua orang Jepang paham mengenai pentingnya pengelolaan sampah daur ulang.
Untuk membangun kesadaran itu, kelompok masyarakat seperti “chonaikai” melakukan aksi-aksi kampanye kepedulian lingkungan di berbagai lapisan masyarakat. Beberapa sukarelawan ada yang secara aktif turun ke perumahan untuk memonitor pembuangan sampah, dan berdialog dengan warga tentang cara penanganan sampah.
Kedua, munculnya  tekanan sosial dari masyarakat Jepang apabila kita tidak membuang sampah pada tempat dan jenisnya. Rasa malu menjadi kunci efektivitas penanganan sampah di Jepang.
Saya pernah melihat orang Jepang yang sedang mabuk di kereta sambil memegang botol bir. Saya mengikuti saat ia keluar dari kereta. Dia celingak celinguk mencari tempat sampah. Menariknya, dalam keadaan mabuk, ia masih membuang sampah, bukan hanya di tempatnya, namun bisa memilih tempat sampah daur ulang khusus botol dan kaleng.
Dari kejadian itu saya berpikir bahwa kebiasaan membuang sampah, selain juga karena dibangun rasa malu, juga telah masuk ke alam bawah sadar mereka.
Ketiga, program edukasi yang masif dan agresif dilakukan sejak dini. Anak-anak di Jepang, sejak kelas 3 SD sudah dilatih cara membuang sampah sesuai dengan jenisnya. Hal tersebut membangun kultur buang sampah yang mampu tertanam di alam bawah sadar. Membuang sampah sesuai jenis sudah menjadi “habit”.
Awalnya dulu, resistensi sempat muncul dari beberapa kalangan mengenai perubahan cara membuang sampah ini. Banyak warga, khususnya orang-orang tua, yang memprotes cara baru penanganan sampah, karena dianggap merepotkan. Namun dengan penjelasan dan informasi yang terus menerus mengenai manfaat dari pembuangan sampah, resistensi itu berkurang dengan sendirinya.

Tempat Sampah di salah satu Mall kota Tokyo / photo Junanto
Bisakah kita Meniru Jepang?
Melihat proses pembentukan “habit” pengolahan sampah di Jepang tersebut, saya yakin kalau kita di Indonesia bisa meniru Jepang. Kesadaran pada sampah dan lingkungan hidup di Jepang baru tumbuh dalam beberapa puluh tahun terakhir. Artinya hal tersebut bukan terjadi by default pada diri masyarakat Jepang, namun dilakukan by design dengan membentuk habit atau kebiasaan melalu edukasi.
Oleh karena itu, upaya membangun kesadaran masyarakat melalui berbagai kampanye lingkungan hidup oleh komunitas-komunitas peduli lingkungan, seperti yang dilakukan oleh Sahabat Kompasianer dari Jogjakarta, Mas Daniel Suharta dan kawan-kawan, perlu banyak dilakukan di setiap kota dan tempat.
Apa yang dilakukan mas Daniel dengan membentuk berbagai program kampanye peduli lingkungan, persis seperti yang dilakukan oleh chonaikai di Jepang, 30 tahun lalu. Meski saat itu pemerintah Jepang belum mendukung dan bergerak, mereka tidak putus asa.  Selama 20 tahun, komunitas tersebut terus konsisten meraih simpati dan berkembang pesat hingga akhirnya malah dapat memberi tekanan sosial pada pihak pemerintah.
Langkah lainnya adalah dengan membuat program edukasi bagi setiap elemen masyarakat. Berbagai brosur dan informasi dibuat untuk anak-anak sekolah sehingga kebiasaan membuang sampah terbentuk sejak kecil. Di sisi lain para orang tua juga harus memberi contoh. Hal ini sangat penting, karena anak-anak meniru apa yang dilakukan orang tua.
Dengan berbagai hal tersebut, pada akhirnya nanti pemerintah mau tak mau akan mendukung gerakan peduli lingkungan. Dan bila demikian halnya, Undang-undang dibuat bukan untuk mengatur, namun hanya meng-amin-i saja realita yang sudah terjadi di masyarakat.
Tak heran, makin maju suatu negara, makin sedikit peraturannya. Di Jepang, saya jarang sekali melihat tulisan “Buanglah Sampah Pada Tempatnya” atau “Dilarang Buang Sampah”. Karena tanpa tulisan itu-pun, masyarakat sudah membuang sampah di tempatnya.
Salam dari Tokyo.
http://junantoherdiawan.com/tag/rahasia-sukses-pengolahan-sampah-di-jepang/

Biji kelor sebagai penjernih air

Adalah Enos Tangke Arung, MP, dosen Fahutan Unmul yang menemukan biji kelor dan menyulapnya menjadi ”serbuk ajaib” yang dapat mengubah air keruh dengan partikel tanah maupun unsur logam menjadi air bersih layak konsumsi, dan memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.

Endapkan Partikel Logam
Biji buah kelor (Moringan oleifera) mengandung zat aktif rhamnosyloxy-benzil-isothiocyanate, yang mampu mengadopsi dan menetralisir partikel-partikel lumpur serta logam yang terkandung dalam air limbah suspensi, dengan partikel kotoran melayang di dalam air. Penemuan yang telah dikembangkan sejak tahun 1986 di negeri Sudan untuk menjernihkan air dari anak Sungai Nil dan tampungan air hujan ini di masa datang dapat dikembangkan sebagai penjernih air Sungai Mahakam dan hasilnya dapat dimanfaatkan PDAM setempat.
”Serbuk biji buah kelor ternyata cukup ampuh menurunkan dan mengendapkan kandungan unsur logam berat yang cukup tinggi dalam air, sehingga air tersebut memenuhi standar baku air minum dan air bersih,” katanya.
Disebutkan, kandungan logam besi (Fe) dalam air Sungai Mahakam yang sebelumnya mencapai 3,23 mg/l, setelah dibersihkan dengan serbuk biji kelor menurun menjadi 0,13 mg/l, dan telah memenuhi standar baku mutu air minum, yaitu 0,3 mg/l dan standar baku mutu air bersih 1,0 mg/l.
Sedangkan tembaga (Cu) yang semula 1,15 mg/I menjadi 0,12mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih yang diperbolehkan, yaitu 1 mg/l, dan kandungan logam mangan (Mn) yang semula 0,24 mg/l menjadi 0,04 mg/l, telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 0,1 mg/l dan 0,5 mg/l.

Arang
Namun apabila air tersebut dikonsumsi untuk diminum, aroma kelor yang khas masih terasa, oleh sebab itu, pada bak penampungan air harus ditambahkan arang yang dibungkus sedemikian rupa agar tidak bertebaran saat proses pengadukan. Arang berfungsi untuk menyerap aroma kelor tersebut.
Selain itu, dari hasil uji sifat fisika kualitas air Sungai Mahakam dengan parameter kekeruhan yang semula mencapai 146 NTU, setelah dibersihkan dengan sebuk biji kelor menurun menjadi 7,75 NTU, atau memenuhi standar baku air bersih yang ditetapkan, yaitu 25NTU. Untuk parameter warna yang semula sebesar 233 Pt.Co menjadi 13,75 Pt.Co, atau telah memenuhi standar baku mutu air minum dan air bersih 15 Pt.Co dan 50 Pt.Co.

Membuat Serbuk
Cara memperoleh serbuk tersebut cukup sederhana, yaitu dengan menumbuk biji buah kelor yang sudah tua hingga halus, kemudian ditaburkan ke dalam air limbah, dengan perbandingan tiga sampai lima miligram untuk satu liter air dan diaduk cepat. Dalam waktu 10 hingga 15 menit setelah pengadukan, partikel-partikel kotoran yan terdapat di dalam air akan menyatu dan mengendap, sehingga air menjadi jernih.
Enos, yang juga kepala Laboratorium Pulp dan Kertas Fahutan Unmul mengatakan, pihaknya juga telah membuat ekstraktif kelor dengan konsentrasi lima persen, yaitu dengan merebus lima gram tepung biji kelor ke dalam 100 ml air hingga mendidih dan disaring.
”Air saringan kelor ini dapat digunakan untuk menjernihkan air, caranya dengan mencampur tiga hingga lima militer ekstrak biji kelor ke dalam satu liter air dan diaduk dengan cepat,” katanya. Disebutkan, dalam satu polong buah kelor terdapat 10 hingga 15 biji kelor dengan berat masing-masing biji sebesar 2,5 gram tanpa kulit ari, dan dari 10 biji kelor dapat dibuat menjadi serbuk untuk menjernihkan air sebanyak 40 liter.

Lebih Ekonomis
Kepala laboratorium pengujian air PDAM Unit Cendana (Samarinda), Alimudin mengakui, cara tersebut lebih ekonomis dibanding menggunakan sistem penjernihan air dengan bahan baku tawas yang digunakan selama ini. Perbedaan penjernihan air dengan menggunakan tawas dan serbuk biji kelor adalah pada lamanya waktu pengendapan partikel setelah pengadukan, yaitu hanya lima menit, sedangkan dengan serbuk kelor mencapai 10 hingga 15 menit. Karena tawas jarang diproduksi di Kaltim, pihak PDAM Samarinda mendatangkan tawas dari luar daerah, yaitu dari Sulawesi (Manado) dan Kupang. Tawas tersebut dicampur dengan aluminium dan sulfat sebelum digunakan untuk menjernihkan air sungai.
Menurut Enos Tangke, penggunaan serbuk biji kelor lebih ekonomis dibanding tawas, apalagi tanaman kelor dapat dibudidayakan di Kaltim, sementara daun dan buahnya yang masih muda pun dapat dimanfaatkan untuk bahan makanan. Enos yang juga dosen pengasuh mata kuliah Pengendalian Pencemaran menambahkan, tanaman kelor yang dikembangbiakkan dengan biji dan stek dapat tumbuh dengan cepat di daerah berair, sehingga dapat dimanfaatkan untuk dibudidayakan di sekitar daerah aliran sungai (DAS) Mahakam.

”Dalam tiga bulan pertama tumbuhan tersebut sudah cukup besar dan enam bulan kemudian sudah berbuah dan bisa dimanfaatkan bijinya,” katanya.
Oleh sebab itu, tambahnya, memanfaatkan kelor untuk menjernihkan air merupakan alternatif terbaik dan lebih ekonomis, efisien serta turut melestarikan lingkungan dengan membudidayakan tanaman tersebut di sekitar DAS.(Aspek-35)

sumber : http://filterpenyaringair.com/biji-kelor-mampu-menjernihkan-air-sungai/

Senin, 12 November 2012

Menjadi Orang Desa Idaman


ORANG DESA

Hal-hal yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan
Hal yang harus dilakukan:
1.      Berusaha untuk lebih maju agar dapat membangun desa
Sesuai firman Allah dalam QS. Ar-Ra’du: 11
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ لا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلا مَرَدَّ لَهُ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ (١١)
11. bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767]. Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.

Keterangan :
[767] Bagi tiap-tiap manusia ada beberapa Malaikat yang tetap menjaganya secara bergiliran dan ada pula beberapa Malaikat yang mencatat amalan-amalannya. dan yang dikehendaki dalam ayat ini ialah Malaikat yang menjaga secara bergiliran itu, disebut Malaikat Hafazhah.
[768] Tuhan tidak akan merobah Keadaan mereka, selama mereka tidak merobah sebab-sebab kemunduran mereka.

2.      Meminimalisir penggunaan bahan kimia dalam bercocok tanam
3.      Menyamaratakan hak wanita dan laki-laki QS. Al-Mujadilah: 11
Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Mujadilah: 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (١١)
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.


4.      Menjaga lingkungan
Sesuai firman Allah dalam QS. Al-Baqarah: 11
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لا تُفْسِدُوا فِي الأرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (١١)
11. dan bila dikatakan kepada mereka:"Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi[24]". mereka menjawab: "Sesungguhnya Kami orang-orang yang Mengadakan perbaikan."

Keterangan
[24] Kerusakan yang mereka perbuat di muka bumi bukan berarti kerusakan benda, melainkan menghasut orang-orang kafir untuk memusuhi dan menentang orang-orang Islam.

5.      Memanfaatkan sumber daya alam dengan baik

Hal-hal yang tidak boleh dilakukan:
1.      Menyakutukan Allah swt. melalui adat istiadat, seperti memberikan sesajen
2.      Menghambur-hamburkan hasil panen
3.      Jual beli sesuatu yang belum pasti
4.      Menyebarkan dan percaya tahayul
5.      Meminjam uang kepada lintah darat
6.      Melakukan perjudian